Bocah Kecil
Posted on 16. Apr, 2008 by maz in Puisi
Bocah kecil tidak lebih dari kelas dua SD
Duduk di sudut angkutan kota
Menggenggam sebuah kantong hitam
Kutebak nasi hasil nyanyi satu hari
Badan dekil tidak tersentuh air mandi
Baju pun jarang-jarang dicuci
Mata-mata sedikit melirik peduli
Selipkan receh untuk hidup esok hari
Aku sembunyi dari tanya
Mau kah ku tukar hidup dengannya?
Aku cuma penggerutu
Yang cuma titipkan beberapa ribu
Lalu tidur dan berteriak selesailah tugasku
Bangunlah dari mimpi
Berilah si bocah hijau seperti daun
Agar saat matahari menyala setiap pagi
Tumbuh kembang dan buah darinya
Jakarta, 16 Okt 2006, 04.06
One Comment
ra
17. Apr, 2008
Pagi ini (17/4/08) pulang kuliah jam 9. dari Jl. Ganesha naek angkot biru muda, kemudian disambung dengan angkot hijau muda dari stasion KA. Bersamaan denganku bocah kecil berusia sekitar 4 taun ikut naik…mmm dengan baju warna merah naik dengan kakaknya. bocah kecil, perempuan…begitu khas dengan kecrek dan kuncir panjangnya… she is so beautiful. sedangkan kakaknya bawa gitar kecil, mungkin berusia 9 taun. Mereka menyanyi dengan suara cempreng khas anak kecil.
Iseng aku tanya anak cowok yang gedenya, aku pikir kakaknya. “De, sekolah ga?” tanyaku. “sekolah kak”. aku tanya lagi “Rumahnya dimana?” “sukahaji” katanya. Subhanalloh…bisa dibayangkan rumah mereka di sukahaji dan ngamen sampai stasiun KA BDG. Tiba-tiba, seorang ibu menyeletuk sambil melihat ke arahku “Kasian ya neng, tega banget ibunya”. Aku hanya terdiam, ga bisa bicara :-).
Siapakah yang salah? Ibunyakah?
Ah Rabb…Aku kemudian jadi teringat dengan adik-adikku di rumah, “Rabb terimakasih untuk semuanya, nikmat yang telah Engkau berikan kepada keluarga kami”
Bocah kecil itu kemudian melompat dengan riang setelah menerima beberapa lembar ribuan dan recehan dari penumpang. Alhamdulillah mereka dapet uang cukup banyak. mungkin penumpang kasian melihat bocah tersebut.
Ketika mereka melompat, aku sedikit berteriak… “hati-hati De!”. Dalam hatiku berdo’a, “Rabb, semoga mereka (bocah-bocah kecil itu) bahagia, sukacita, riang dan gembira”. Ya karena mereka tak pernah bermimpi dan meminta untuk terlahir dengan keadaan seperti sekarang.
Aku tak bisa membayangkan, kalau aku yang seperti mereka. Ah betapa aku biasa mengeluhkan keadaan keluargaku yang brokenhome. Padahal ayah ibuku begitu menyayangiku, tak lupa kakek dan nenekku. “Ah…nikmat mana lagi yang akan aku dustakan”. Ampuni hamba Rabb.
Untuk teman-temanku, Bersyukurlah selalu!
Dan lihat, kenali mereka lebih dekat 🙂