Dunia (Ide) Itu Datar

Posted on 16. Apr, 2008 by in Teknopreneur, Umum

Masih ingat dengan buku The World is Flat-nya Thomas L. Friedman? Buku yang sangat menarik tersebut memaparkan tentang dunia yang semakin “datar” di era globalisasi. Berbagai inovasi telah merubah peta persaingan dunia menjadi relatif berimbang. Menurutnya, internet termasuk salah satu yang banyak berkontribusi terhadap pendataran dunia. Berbagai kontroversi terhadap gagasan tersebut memang masih terus bermunculan, namun paling tidak Friedman telah membuka mata tentang perkembangan dunia yang sangat cepat.

Jika di tataran praktis gagasan tersebut masih berada di “zona setuju-tidak setuju”, berbeda halnya dengan yang terjadi di dunia ide. Di dalam dunia ide, dunia benar-benar sudah menjadi datar, sedatar lapangan bolanya Real Madrid. Setiap orang di belahan dunia mana pun dapat menciptakan ide-ide dengan kualitas yang nyaris sama.

Awal bulan ini saya terlibat dalam proses penjurian sebuah kontes inovasi aplikasi telepon seluler tingkat dunia yang diinisiasi oleh salah satu perusahaan seluler raksasa. Peserta yang berpartisipasi dalam kontes ini berasal dari berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Australia, dan Asia. Peserta dari Indonesia pun tidak ketinggalan ikut ambil bagian dalam gelaran adu inovasi ini.

Awalnya saya mengira bahwa inovasi-inovasi yang ditawarkan oleh para peserta dari Eropa dan Amerika akan lebih canggih dan kreatif dibandingkan Asia, karena mereka lebih menguasai teknologi dan menikmati fasilitas informasi lebih baik. Namun ternyata pandangan tersebut tidak terbukti, ide-ide dari para peserta Asia, termasuk Indonesia, tidak kalah yahud dibandingkan pesaing-pesaingnya.

Contoh kasus yang lain pernah saya alami juga ketika menjadi juri final sebuah lomba business plan antar mahasiswa. Saya juga menemukan ide-ide bisnis kreatif dan segar yang potensial direalisasikan sebagai sebuah bisnis dan kualitasnya siap bersaing tidak hanya di dalam negeri. Pandangan saya pun serupa dengan Friedman, internet-lah yang telah berperan besar menciptakan lapangan rata untuk pertandingan ide dan inovasi tadi.

Idenya Siapa?

Kalau sudah sedatar itu, sangat mungkin akan ada sebuah fenomena lain yaitu munculnya ide atau inovasi serupa dari dua orang yang berbeda di belahan dunia yang berbeda dalam waktu berdekatan. Bahkan sebetulnya jauh sebelum IT menjadi perangkat utama kehidupan kita, fenomena seperti itu pernah terjadi.

Simak saja sejarah penemuan penicilin di awal abad 20 lalu. Penemuan penicilin tercatat atas nama ilmuwan Skotlandia, Sir Alexander Fleming di tahun 1928, namun ternyata ada dokumentasi-dokumentasi lain yang menunjukkan bahwa seorang ilmuwan Kosta Rika, Clodomiro (Clorito) Picado Twight, telah mempublikasikan penggunaan antibakteri serupa pada tahun 1915-1927.

Apalagi saat ini, ketika saya dan Anda memperoleh kesempatan yang sama atas sumber-sumber informasi di internet, maka hasil ekstraksi informasi yang sama sangat mungkin berupa ide yang serupa. Tidak mengherankan juga ketika menyimak isi daftar pustaka akhir-akhir ini banyak tercantum alamat-alamat situs bersaing dengan judul buku.

Untuk itu dibutuhkan bukti yang jelas menunjukkan bahwa ide atau sebuah inovasi adalah hasil kreasi kita. Mengaplikasikan ide tersebut dalam sebuah bentuk nyata bisa menjadi pilihan atau melakukan pendaftaran paten jika kita yakin ide atau inovasi kita adalah sebuah temuan yang layak memperoleh perlindungan paten.

Sayangnya, bangsa Indonesia masih ketinggalan jauh soal paten ini. Dari tahun 1993 hingga tahun 2007 kemarin, jumlah penerima perlindungan paten di Indonesia lebih dari 20.000 paten. Namun dari jumlah tersebut, penerima paten dari dalam negeri hanya sekira 10% saja, selebihnya adalah para inventor asing.

Jadi, ketika kesempatan menciptakan ide dan inovasi semakin seimbang, tantangan berikutnya adalah adu cepat melakukan aplikasi dan memberikan perlindungan atasnya. Paling tidak, di dunia (ide) ini kita bisa mulai membangun kejayaan.

Ngomong-ngomong, tulisan ini idenya siapa ya?

Tags: , , ,