Mencari Para Malaikat
Posted on 16. Apr, 2008 by maz in Investasi, Teknopreneur
Akhir tahun kemarin saya sempat chat via messenger dengan seorang rekan pebisnis teknologi, salah satu kalimat yang masih saya ingat adalah “coba kalau di industri game juga ada produser kayak di industri film”. Rekan saya yang satu ini memang bidang bisnisnya memproduksi game dan bermimpi untuk menciptakan game berkelas internasional dari Bandung. Lucunya, lontaran kalimat yang serupa sering saya dengar juga dari teknopreneur-teknopreneur muda lainnya.
Saya paham betul ekspektasi rekan-rekan saya tersebut. Para teknopreneur, atau paling tidak bibit teknopreneur, di negeri ini punya potensi yang sangat besar, ide-ide yang dihasilkan cukup inovatif, dan model bisnis yang ditawarkan pun sangat tepat untuk pasar saat ini dan masa depan. Sayangnya (sebetulnya kata ini tidak boleh ada di kamus teknopreneur), sulit mencari investasi yang dapat digunakan untuk merealisasikan ide-ide tersebut dan memperjuangkannya agar memperoleh hasil sesuai proyeksi.
Para teknopreneur sudah menyerah terhadap sistem yang digunakan lembaga keuangan di tanah air dan tidak lagi pernah berharap ide bisnis mereka akan memperoleh investasi dari perbankan dan permodalan ventura ala Indonesia. Masalahnya bukan soal ketiadaan dana tetapi standar dan pola yang digunakan sudah menjadi tembok untuk pebisnis teknologi. Perbankan nasional lebih senang menyimpan dan memutar dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Per 2007 kemarin, dana perbankan di SBI mencapai Rp 230 triliun.
Saya sendiri pernah berharap pada perusahaan modal ventura, mengingat berbagai cerita sukses modal ventura di Silicon Valley dan pusat-pusat inovasi lainnya. Sayangnya (lagi-lagi kata ini harus keluar), modal ventura di negeri ini diaplikasi secara berbeda. Pendekatan yang dilakukan masih mengacu pada pola perbankan, misalnya saja soal agunan.
Sebetulnya kebijakan tersebut wajar dilakukan mengingat prinsip “bisnis uang” dan kehati-hatian lembaga-lembaga keuangan tersebut. Yang dibutuhkan para pebisnis awal di bidang teknologi adalah jembatan sebelum masuk ke lembaga-lembaga tadi, yaitu para investor perorangan yang tahu betul risiko dan peluang berinvestasi di bisnis teknologi, yang dikenal sebagai angel investor (pemodal malaikat).
Entah bagaimana awal munculnya sebutan angel investor, yang jelas bukan berarti para investor ini akan seperti malaikat yang tidak protes ketika investasinya lenyap tanpa pertanggungjawaban. Saya mengenal beberapa angel investor dan (beruntung) telah bekerjasama dengan mereka. Para angel investor yang saya tahu biasanya adalah orang-orang yang secara ekonomi sudah cukup kuat, berani mengambil risiko lebih besar, berharap memperoleh hasil yang tinggi, dan kebanyakan juga disertai idealisme tertentu.
Di negara-negara maju, jumlah angel investor cukup banyak karena budaya investasi di bisnis mula yang sudah terbangun. Dalam sebuah riset, di Amerika Serikat tersebar lebih dari 234 ribu orang angel investor yang aktif. Bahkan mereka membangun grup-grup tersendiri untuk memperkuat jaringan dan pengetahuan investasinya.
Belum pernah ada riset khusus tentang angel investor di nusantara, tapi jika melihat curhat-curhat rekan-rekan pebisnis teknologi di awal tadi, sepertinya jumlah angel investor di tanah air masih sangat sedikit. Selain budaya pengambilan risiko yang belum terbangun, keterbatasan kemampuan sang teknopreneur menyampaikan ide sebagai sebuah peluang juga menjadi penghambat.
Jadi, ada baiknya para teknopreneur juga bersiap diri. Mencari inovasi-inovasi baru, memperkuat model bisnis untuk inovasi-inovasi tersebut, mempersiapkan target pasar utama, dan membangun sistem manajemen dan pemasaran yang kuat. Kalau semua sudah dilakukan, mari bersama-sama kita mencari para pemodal malaikat dan tidak menunggu para mereka turun ke bumi bisnis teknologi.
10 Comments
Mohamad Rosidi
23. Apr, 2008
Saya mencari investor yg bersedia bekerjasama mendirikan pabrik peleburan bijih besi dari bahan baku batu besi dan pasir besi di Jawa Barat. Berminat hubungi kami utk membicarakan lebih lanjut
Mohamad Rosidi
23. Apr, 2008
Sy dpt dihubungi 081511948870
maz
23. Apr, 2008
@ Mohamad Rosidi: Silakan rekan-rekan yang siap menyambut peluang ini. Kalau ada profil lebih jauh, boleh email ke saya tentang peluang itu mas.
Bung HaYe
25. Apr, 2008
Bung MAZ,
Tulisan yang menarik, memang sepertinya ada yang hilang dari hubungan pasar perbankan dan finansial dengan sektor real. kalo diliat dari indikator bursa saham juga, BEI adalah salah satu bursa dengan kinerja terbaik di asia sepanjang taun 2006-2007. (walopun 2008 amit2 dah!) sayangnya sektor real nya ketinggalan jauh, gwe juga gak ngerti kenapa, maklum bukan ekonom :). Jangan lupa bursa saham juga alternatif pembiayaan yang bebas bunga 😀
Anyway, skarang kayaknya juga mulai bermunculan wacana micro financing ala Bank Grameen nya pak yunus sebagai alternatif pembiayaan untuk entrepreuner yang butuh modal kecil. Pak MAZ udah pernah jalan2 ke http://www.kiva.org ? mungkin ada yang sejenis di Indonesia yang menjadi wadah para “malaikat”?:D
maz
26. Apr, 2008
@ Bung Haye: Yup, Kiva itu memang menarik programnya. sebuah angka pinjaman yang mungkin bagi pemberi pinjaman sangat kecil, namun sangat berharga bagi peminjam. Mungkin satu saat saya akan menulis tentangnya.
Microfinance sebetulnya udah cukup banyak di Indonesia, antara lain Baitul Maal wa Tamwil di masjid-masjid, Koperasi Simpan Pinjam, atau Rumah Zakat Indonesia. Mereka memang menyasar pengusaha mikro yang butuh modal sangat kecil.
@fajar
20. Nov, 2008
kami ada funder yg bs dipercaya.
iwa
21. Jan, 2009
Yup, setuju sekali dengan pendapat Mas Zaky. But, terus terang, saya sangat sedih dengan kondisi pasar ‘modal’ yang katanya lagi bersinar di 2006-2007 dan bobrok di tahun yang baru lalu.
Emang susah mas klo punya duit, pasti makin takut kehilangan duit..(sok tau neech), makanya memilih derivatif dibandingkan sektor real.
Padahal, kalo mau ‘bersabar’ dan bener2 mencoba menghasilkan sesuatu karya nyata, sektor real jauh2 lebih baik. En, kalo kita bicara resiko, yah, tokh banyak yang ‘terjungkal’ pula di pasar uang dan saham (derivatif).
Tapi sy juga secara pribadi memahami koq mengapa investor (perseorangan) lebih memilih ‘itu’. Wong para banker aja maunya maen safe en kalo ‘kejedot’ risk dikit aja, minta lindungan pemerintah, yang akhir2nya ngebebanin negara alias rakyak kecil (secara tidak langsung-liat aja kasus BLBI dulu). Capp’e deh…
Peran intermediary gak tau kemana larinya, yang ada ke pola calo en sori ‘pemburu rente’ belaka.
Semoga bangsa kita (***preneur) bisa lebih tough dalam prosesnya dan memperoleh hasilnya kelak. Amin
maz
23. Jan, 2009
@ iwa: Kalo soal ketangguhan pengusaha kita, kita boleh yakin 1.000%. Ketika bangsa ini dinyatakan memiliki tingkat kemudahan berbisnis yang rendah aja, mereka masih terus berani bertarung.
Rizal
22. Jul, 2009
Halo, saya ingin tanya, bagaimana cara untuk mendapat akses/menghubungi angel investor di indonesia? Mengingat apa yang telah saya cari2 di internet, mereka hanya berasal dan bersedia invest di US saja, belum pernah bertemu dengan yang berlokasi disini. Segala business plan dan pendukungnya sudah saya siapkan.
Kebetulan saat ini saya sedang menjalankan perusahaan IT mobile solutions dan butuh angel investor untuk memajukan perusahaan ini bersama. Saya dapat dihubungi di 0819-32888795. Thanks sebelumnya.
maz
07. Aug, 2009
@ Rizal: Angel investor di Indonesia memang tidak muncul seperti di US, namun untungnya saat ini sudah muncul kecenderungan para pemilik modal perorangan untuk melirik bisnis-bisnis berbasis teknologi. Kalau tertarik, saya bisa coba bantu memperkenalkan. Silakan hubungi saya via email.