Ekspor Wayang Animasi

Posted on 16. Apr, 2008 by in ICT, Teknopreneur

Sekelompok anak muda Jakarta berkumpul di sebuah pusat perbelanjaan, seperti biasa mereka duduk-duduk di sebuah kafe, ngobrol sana-sini, sambil menikmati minuman ringan. Yang unik dan berbeda adalah penampilan mereka yang tidak biasa, rambut warna-warni, penuh aksesoris, dan berbaju ala tokoh komik. Budaya pop yang dikenal dengan nama harajuku tersebut memang menjadi salah satu produk budaya yang sukses diimpor Jepang ke berbagai negara. Bahkan para pengamat sosial di Amerika Serikat menyatakan bahwa Jepang mulai berhasil menjajah mereka secara budaya.

Tren bergaya sailormoon, Kenshin, Detektif Conan, dan karakter kartun Jepang lainnya tersebut hadir bersamaan dengan masuknya komik-komik dan film-film animasi negeri matahari terbit ke Indonesia dan negara-negara lainnya. Komik-komik Jepang (manga) dan film-film animasi Jepang (anime) terbukti memiliki pasar konsumen yang sangat besar, tidak hanya di negerinya sendiri. Pada tahun 2002 saja, estimasi nilai transaksi produk-produk anime di Amerika Serikat mencapai 4.3 miliar US dolar, nilai yang bahkan empat kali lebih besar dari nilai ekspor baja Jepang ke negeri Paman Sam.

Kemajuan industri animasi Jepang saat ini mungkin tidak pernah dibayangkan Osamu Tezuka, pria yang dijuluki sebagai God of Manga, ketika menciptakan karakter Astro Boy di era 60-an. Pada saat itu, industri animasi Jepang justru tumbuh karena keterbatasan anggaran di bidang perfilman. Ketika Hollywood berjaya dengan anggaran besar, inovator Jepang mengambil jalur lain untuk menghasilkan karya-karya film. Mereka menggunakan teknologi animasi, meskipun saat itu masih sederhana.

Baru pada awal 90-an industri anime “ngebut” dan memasuki masa kejayaan. Loncatan tersebut tidak lepas dari menguatnya keunikan produk-produk anime. Jika pada awalnya anime banyak dipengaruhi karya-karya animasi dunia barat yang menggunakan karakter serba khayalan yang menarik buat anak-anak, pada era “anime boom” para animator Jepang malah menciptakan karakter mirip manusia yang mengalami pertumbuhan mulai dari anak-anak hingga dewasa, bahkan tidak sedikit yang diangkat dari budaya lokal. Hasilnya adalah anime juga menjadi konsumsi wajib pria wanita dewasa.

Animasi Merah Putih

Animasi di tanah air memang masih jauh jika dibandingkan dengan industri anime, namun jika melihat potensi yang kita miliki, sangat mungkin animasi lokal berjaya. Ragam kebudayaan Indonesia jelas jauh lebih banyak, setiap daerah punya pahlawan, legenda, dan budaya masing-masing. Selain Jepang, China dan Korea mengembangkan animasi dengan modal kebudayaannya, sangat tepat jika kebudayaan kita pun menjadi modal utama.

Beberapa dari kita mungkin sudah cukup akrab mendengar nama-nama Studio Kasat Mata, Red Rocket Animation, dan Bajing Loncat Studio sebagai perusahaan-perusahaan animasi asli dalam negeri. Selain nama-nama tersebut, masih banyak lagi studio-studio animasi yang berkualitas, tentu ini bisa kita jadikan modal berikutnya. Soal kualitas tidak perlu diragukan, beberapa studio animasi lokal secara rutin mengerjakan orderan animasi dari perusahaan-perusahaan animasi dunia sekelas Walt Disney.

Modal yang lain adalah tumbuh dan berkembangnya berbagai media untuk etalase produk-produk animasi. Selain TV nasional, kini setiap daerah punya TV-TV lokal. Jangan lupakan juga ponsel, beragam animasi dapat ditampilkan di sini baik berupa klip film, games, atau pelajaran interaktif. 100 juta pengguna ponsel yang diprediksikan ada di Indonesia tahun 2010 tentu sebuah pasar luar biasa.

Dengan modal-modal tersebut, yang perlu dilakukan adalah sebuah program bersama yang visioner dan konsisten. Ketika China mulai mengembangkan industri animasi secara serius tahun 2000, lebih dari 100 kampus membuka program pendidikan animasi. Bahkan sejak September 2006, pemerintahnya melarang penayangan animasi impor pada prime time, sebagai upaya melindungi animator lokal.

Seandainya kita berani pasang target untuk mengekspor animasi wayang atau animasi si cepot pada 2020, maka banyak upaya yang harus dilakukan bersama mulai sekarang. Penyediaan perangkat lunak dengan harga terjangkau, televisi dan operator seluler membuka pintu sebesar-besarnya untuk animator lokal, para animator secara kreatif mengangkat budaya menjadi animasi yang menarik, dan berbagai upaya lain.

Animasi memang tidak nyata tetapi keuntungan yang dihasilkan sangat nyata.

Tags: , , , ,