Piala Asia
Posted on 16. Apr, 2008 by maz in ICT, Teknopreneur
15 negara di kawasan Asia ditambah satu negara dari kawasan Oceania terlibat pertarungan seru pertengahan 2007 ini demi memperebutkan gelar terbaik sepakbola se-Asia dalam putaran final Piala Asia. Memasuki penyelenggaraan ke-14 ini, Piala Asia diselenggarakan di empat negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Selama ini, dapat dikatakan kekuatan sepakbola Asia terletak di kawasan Asia Timur, diwakili Jepang, Republik Korea, Cina, dan Asia Barat, diwakili Arab Saudi, Iran. Kedua wilayah Asia ini secara konsisten terus bersaing memperebutkan gelar terbaik di benua Asia, sedangkan Asia Tenggara, diwakili Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, masih dianggap sebagai anak bawang yang belum diperhitungkan.
Yang menarik untuk disimak adalah pesatnya kemajuan sepakbola di dua negara Asia Timur yaitu Jepang dan Republik Korea. Kedua negara ini dianggap tidak memiliki tradisi sepakbola yang kuat, bahkan pada tahun 1962, Indonesia mampu mengalahkan Jepang dengan skor telak 6-0 dan Korea 2-0. Namun, saat ini keduanya selalu menjadi unggulan di tingkat Asia dan menjadi langganan wakil Asia di putaran final Piala Dunia. Republik Korea lebih fenomenal lagi dengan meraih peringkat keempat pada Piala Dunia 2002.
Uniknya lagi, pesatnya kemajuan kedua negara tersebut tidak hanya dalam urusan sepak-menyepak si kulit bundar, kemajuan juga terjadi di bidang ekonomi. Dengan pertumbuhan yang sangat pesat, keduanya mampu masuk dalam jajaran negara besar dan kuat secara ekonomi. Padahal seperti halnya dalam sepak bola, mereka tidak ditakdirkan memiliki sumber daya alam yang melimpah, berbeda dengan negara-negara di kawasan Asia Barat yang kaya akan minyak, gas, dan mineral lainnya.
Pada tahun 1945, Jepang memulai pembangunan negaranya dengan kondisi infrastruktur yang porak-poranda setelah Perang Dunia II dan pemboman Hiroshima – Nagasaki oleh Amerika Serikat. Pemerintah Jepang memfokuskan diri pada peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan industri berbasiskan teknologi. Hasilnya, Jepang memasuki era pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi pada tahun 1960-1980. Pertumbuhan ekonomi “ajaib” tersebut mencapai rata-rata 10% per tahun pada 1960-an. Saat ini, Jepang menjadi negara dengan Gross Domestic Product (GDP) tertinggi kedua di dunia, yaitu lebih dari USD 4,36 triliun.
Republik Korea mengikuti langkah saudaranya tersebut. Pada era 1950-an, Republik Korea masih berada dalam konflik militer dan politik dengan Korea Utara, sehingga tidak mengherankan jika saat itu mereka dinobatkan sebagai negara termiskin di Asia. Baru pada era 1960-an, setelah menormalisasi hubungan dengan Jepang dan membuka keran investasi, Republik Korea mengalami pertumbuhan ekonomi yang tidak kalah pesat dengan Jepang. Pertumbuhan ekonomi negeri ginseng ini mencapai 8,6% per tahun, sampai-sampai masyarakat menyebutnya sebagai “Keajaiban Sungai Han – sungai terbesar di Seoul”. Saat ini, dengan industri-industri nasional berbasis teknologi, GDP Republik Korea tumbuh menjadi USD 888 miliar dan menempatkannya di urutan ke-12 di dunia.
Menyadari tidak memiliki fisik tinggi besar seperti pesepakbola di benua Eropa, para pesepakbola di Jepang dan Republik Korea bersaing dengan keunggulan inovasi bermain. Ketika dunia belum mengenal tim sepak bola Jepang, masyarakatnya membangun optimisme dengan kehadiran Kapten Tsubasa, tokoh komik yang dikisahkan lincah dan cerdik sehingga mampu membawa Jepang menjadi juara dunia sepak bola. Perlahan tapi pasti, kisah tersebut mulai terajut menjadi kenyataan.
Begitu juga dalam sektor ekonomi. Berada di kawasan yang minim sumber daya alam, kedua negara tersebut membangun ekonomi dengan kekuatan inovasi. Upaya serius membangun keunggulan inovasi tersebut ditunjukkan dengan dukungan kemudahan birokrasi, insentif, dan fasilitas pembiayaan dari pemerintah untuk bisnis-bisnis berbasiskan inovasi dan teknologi. Bahkan Jepang mengalokasikan anggaran riset mencapai USD 130 miliar per tahunnya.
Hasilnya, Park Ji Sung, pesepakbola Republik Korea, menjadi salah satu tulang punggung Manchester United dalam merebut gelar juara Liga Inggris dan Shunsuke Nakamura, pesepakbola Jepang, menjadi pemain terbaik Liga Skotlandia. Di dunia bisnis, Sony, Sanyo, dan Honda, dari Jepang serta Samsung, LG, dan Hyundai dari Republik Korea merupakan contoh produk-produk inovatif asli kedua negara yang termasuk pemain utama dalam percaturan bisnis dunia.
Indonesia sebetulnya lebih beruntung karena memiliki talenta pesepakbola yang berkualitas dan beragam serta sumber daya alam yang melimpah. Jika mau meniru kedua negara tadi, bangsa kita tinggal melengkapinya dengan kekuatan inovasi, inovasi dalam permainan dan manajemen sepak bola serta inovasi dalam pengembangan bisnis-bisnis di tanah air. Satu saat nanti akan kita lihat penerus Eka Ramdani mengangkat Piala Dunia dengan latar belakang logo sebuah perusahaan teknologi asli Indonesia yang menjadi sponsor utama penyelenggaraannya.